Pendidikan nasional sebagai wahana dan sarana pembangunan negara dan bangsa
dituntut mampu mengantisipasi proyeksi kebutuhan masa depan. Tuntutan tersebut
sangat bergayut dengan aspek-aspek penataan pendidikan nasional yang bertumpu
pada basis kehidupan masyarakat Indonesia secara komprehensif. Untuk
kepentingan penataan pendidikan nasional yang benar-benar merefleksi kehidupan
bangsa maka sangat penting dunia pendidikan berlandaskan filosopis, sosilogis, yuridis dengan penajaman landasan
tersebut secara kritis dan fungsional.
1. Landasan Filosopis
Filsafat pendidikan nasional Indonesia berakar pada
nilai-nilai budaya yang terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila tersebut
harus ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional
dalam semua level dan tingkat dan jenis pendidikan. Nilai-nilai tersebut bukan
hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi juga dalam corak
pelaksanaan. Rancangan penanaman nilai budaya bangsa tersebut dibuat sedemikian
rupa sehingga bukan hanya dicapai penguasaan kognitif tetapi lebih penting
pencapaian afektif. Lebih jauh lagi pencapaian nilai budaya sebagai landasan
filosopis bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat kecerdasan dalam
pemberdayaan yang seoptimal mungkin.
Tiga hal yang dipertimbangkan dalam menentukan landasan filosopis dalam
pendidikan nasional Indonesia. Pertama, adalah pandangan tentang manusia
Indonesia. Filosopis pendidikan nasional memandang manusia Indonesia sebagai:
1. Makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dengan segala fitrahnya, 2. Sebagai makhluk individu
dengan segala hak dan kewajibannya, 3. Sebagai makhluk sosial
dengan segala tanggung jawab yang hidup di dalam masyarakat yang pluralistik
baik dari segi lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup dan segi kemajuan
Negara kesatuan Republik Indonesia di tengah-tengah masyarakat global yang
senantiasa berkembang dengan segala tantangannya.
Ketiga pandangan filosopis pendidikan nasional dipandang sebagai pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan sosial lain dalam masyarakat.
Ketiga pandangan filosopis pendidikan nasional dipandang sebagai pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan sosial lain dalam masyarakat.
Karena ketiga pandangan filosopis tersebut menjadikan pendidikan nasional harus ditanggung oleh semua fihak sehingga pendidikan dibangun oleh semua unsur bangsa sehingga berkontribusi terhadap unsur pranata sosial lainnya. Secara mendasar dapat ditegaskan bahwa landasan filosopis Pancasila menyimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional menempatkan peserta didik sebagai makhuk yang khas dengan segala fitrahnya dan tugasnya menjadi agen pembangunan yang berharkat dan bermartabat. Oleh karena itu manusia Indonesia dipandang sebagai individu yang mampu menjadi manusia Indonesia yang berakhlak mulia. Karenanya pendidikan harus mampu mengembangkan menjadi manusia yang memegang norma-norma keagamaan dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk Tuhan, Makhluk sosial, dan makhluk individu.
1. Landasan filosopis pendidikan nasional memberikan penegasan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia
hendaknya mengimplementasikan ke arah:
a. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma persatuan bangsa dari segi
sosial, budaya, ekonomi dan memlihara keutuhan bangsa dan negara.
b. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang proses pendidikannya memberdayakan semua institusi
pendidikan agar individu dapat menghargai perbedaan individu lain, suku, ras,
agama, status sosial, ekonomi dan golongan sebagai manifestasi rasa cinta tanah
air. Dalam hal ini pendidikan nasional dipandang sebagai bagian dari upaya nation character building bagi bangsa Indonesia.
c. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma kerakyatan dan demokrasi.
Pendidikan hendaknya memberdayakan pendidik dan lembaga pendidikan untuk
terbentuknya peserta didik menjadi warga yang memahami dan menerapkan prinsip
kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip
kerakyatan dan demokrasi harus tercermin dalam input-proses penyelenggaraan
pendidikan Indonesia.
d. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma keadilan sosial untuk seluruh
warga negara Indonesia. Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan menjamin pada
penghapusan bentuk diskriminatif dan menjamin terlaksananya pendidikan untuk
semua warga negara tanpa kecuali.
e. Sistem pendidikan nasional yang menjamin terwujudnya manusia seutuhnya yang beriman dan
bertaqwa, menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokratis, cinta tanah air dan
memiliki tanggungjawab sosial yang berkeadilan. Dengan demikian Pancasila
menjadi dasar yang kokoh sekaligus ruh pendidikan nasional Indonesia.
2. Landasan Sosiologis
Lembaga pendidikan harus diberdayakan bersama dengan lembaga
sosial lainnya. Dalam hal ini pendidikan disejajarkan dengan lembaga ekonomi,
politik sebagai pranata kemasyarakatan, pembudayaan masyarakat belajar (society learning) harus dijadikan sarana rekonstruksi sosial. Apabila perencanaan
pendidikan yang melibatkan masyarakat bisa tercapai maka patologi sosial
setidaknya terkurangi. Hasrat masyarakat belajar saat ini masih rendah. Hal ini
ditnandai rendahnya angka partisipasi masyarakat dalam sekolah terutama dalam
membangung masyarakat belajar.
Sistem pendidikan nasional tidak mungkin selalu bertumpu pada
Pemerintah sebab dengan adanya krisis Pemerintah semakin tidak mampu membiayai
pendidikan, demikian pula apabila pendidikan hanya terarah pada tujuan
pembelajaran murni pada aspek kognitif, afektif tanpa mengaitkan dengan
kepentingan sosial, politik dan upaya pemecahan problem bangsa maka pendidikan
tidak akan mampu dijadikan sebagai sarana rekonstruksi sosial.
Dalam kaitannya dengan perluasan fungsi pendidikan lebih jauh, maka diperlukan
pengembangan sistem pendidikan nasional yang didasarkan atas kesadaran kolektif
bangsa dalam kerangka ikut memecahkan problem sosial.
Pendidikan nasional yang berlandaskan sosiologis dalam
penyelenggaraannya harus memperhatikan aspek yang berhubungan dengan sosial
baik problemnya maupun emografisnya. Masalah yang kini sedang dihadapi bangsa
adalah masalah perbedaan sosial ekonomi sehingga pendidikan dirancang untuk
mengurangi beban perbedaan tersebut. Aspek sosial lainnya seperti ketidaksamaan
mengakses informasi yang konsekuensinya akan mempertajam kesenjangan sosial
dapat dieleminir melalui pendidikan.
3. Landasan Kultural
Landasan Pendidikan yang ketiga adalah Landasan Kultural. Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedangkan setiap manusia selalu
menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu
dalam Undang-undang RI no. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa, pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasar Pancasila dan undang-undang Dasar
Negara republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman. Kebudayaan
dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, kebudayaan dapat diwariskan
dengan jalan meneruskan kepada generasi penerus melalui pendidikan. Sebaliknya
pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebuadayaan masyarakat dimana
proses pendidikan berlangsung.
4. Landasan Psikologis
Lanadasan Pendidikan yang keempat adalah landasan Psikologis. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga psikologis
merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Memahami peserta
didik dari aspek psikologis merupakan salah satu
faktor keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu hasil kajian dalam penemuan
psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, umpamanya
pengetahuan tentang urutan perkembangan anak. Setiap individu memiliki bakat,
minat, kemampuan, kekuatan, serta tempo dan irama perkembangan yang berbeda
dengan yang lainnya. Sebagai implikasinya pendidikan tidak mungkin
memperlakukan sama kepada peserta didik. Penyusunan kurikulum harus
berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan
garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar
yang digariskan.
5. Landasan Ilmiah dan Teknologi
Landasan Pendidikan yang kelima adalah Landasan Ilmiah dan Teknologi.
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai kaitan yang erat.
Seperti diketahui IPTEK menjadi isi kajian di dalam pendidikan dengan kata lain
pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Dari
sisi lain setiap perkembangan iptek harus segera diimplementasikan oleh
pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek ke dalam isi
bahan ajar. Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh cabang-cabang iptek
(psikologi, sosiologi, antropologi). Seiring dengan kemajuan iptek pada umumnya
ilmu pengetahuan juga berkembang sangat pesat.
6. Landasan Yuridis
Landasan Pendidikan yang terakhir adalah Landasan Yuridis. Sebagai
penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu pelaksanaannya
berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena hakikatnya pendidikan
nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945 utamanya pasal 31 tentang
Pendidikan dan Kebudayaan, pasal 31:
1. Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar pemerintah wajib membiyayainya.
3. Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketkwaan serta
akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.
4. Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
5. Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pentingnya undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan nasional di
samping untuk menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagai penjamin
kelangsungan hidup bangsa Indonesia, juga dapat dipedomani bagi pennyelenggaran
pendidikan secara utuh yang berlaku untuk seluruh tanah air.
Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi penyelenggaraan pendidikan
namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga penyelenggaraan
pendidikan yang menyimpang, maka dengan landasan yuridis tersebut dikenakan
sanksi. Dalam praktek penyelenggraan pendidikan tidak sedikit ditemukan
penyimpangan. Memang penyimpangan tersebut tidak begitu langsung tetapi dalam
jangka panjang bahkan dalam skala nasional dapat menimbulkan kerugian bukan
hanya secara material tapi juga spiritual. Penyelenggaraan pendidikan yang
sangat komersial dan instan dapat merusak pendidikan sebagai proses pembentukan
watak dan kepribadian bangsa sehingga dalam jangka panjang menjadikan
pendidikan bukan sebagai sarana rekonstruksi sosial tetapi dekonstruksi sosial.
Itulah sebabnya di samping dasar regulasi sangat penting juga harus pula
dilandasi dengan dasar yuridis untuk sanksi.
Daftar Pustaka
1. Madyo Ekosusilo dan R.B.
Kasihadi, Dasar-dasar Pendidikan, Semarang: Effhar
Publising.
2. Rubino Rubiyanto, dkk
(2003). Landasan Pendidikan, Muhammadiyah
University Press, 2003.
3. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Penulis Sayful Amri
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Malang
Dicopy paste untuk berbagi ilmu disisipkan gambar untuk menyempurnakan struktur
Pancasila sebagai media belajar kita sebagai warganegara yang diberikan amanah untuk melaksanakan tugas tanggungjawab demi cita-cita anak-anak generasi penerus bangsa dan negara Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 terutama yang berprofesi sebagai guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar