Minggu, 21 Oktober 2012

Benih



Ada pohon rindang. Di bawahnya dua orang yang sedang beristirahat. Tampaknya mereka ayah dan anak. Sang ayah seorang pedagang. Mereka kelelahan sehabis berdagang di kota. Dengan menggelar sehelai tikar, duduklah mereka di bawah pohon besar itu.

               Angin semilir membuat sang pedagang mengantuk. Namun, tidak demikian dengan anaknya yang belia. “Ayah, aku ingin bertanya…” katanya mengusik ambang sadar ayahnya. “Kapan aku besar, Ayah? Kapan aku bisa kuat seperti Ayah dan bisa membawa dagangan kita ke kota?

               “Sepertinya,” lanjut sang bocah, “aku tak akan besar. Tubuhku ramping seperti ibu, berbeda dengan Ayah yang tegap dan besar. Kupikir, aku tak akan sanggup memikul dagangan kita jika aku tetap seperti ini.” Jari tangannya tampak mengores-ngores sesuatu di atas tanah. Lalu, ia kembali melanjutkan, “Bilakah aku bisa punya tubuh besar sepertimu, Ayah?”

               Sang Ayah yang awalnya mengantuk kini tampak siaga. Diambilnya sebuah benih dari tanah yang sebelmnya di kais-kais anaknya. Diangkatnya benih itu dengan ujung jari telunjuk. Benda itu terlihat seperti kacang kecil di tangan sang pedagang yang besar. Setelah itu, ia pun berujar ke anaknya.

               “Nak, jangan pernah malu dengan tubuhmu yang kecil. Pandanglah pohon besar tempat kita berteduh ini. Tahukah kamu, batangnya yang kokoh ini dulu berasal dari benih yang sekecil ini. Dahan, ranting, dan daunnya juga berasal dari benih yang Ayah pegang ini. Akar-akarnya yang tampak menonjol juga dari benih ini. Dan, kalau kamu menggali tanah ini, ketahuilah, sulur-sulur akarnya yang menerobos tanah juga berasal dari tempat yang sama.”

               Diperhatikannya wajah sang anak yang tampak tertegun. “Ketahuilah, Nak, benih ini menyimpan segalanya. Benih ini menyimpan batang yang kokoh, dahan yang rindang, daun yang lebar, juga akar-akar yang kuat. Dan untuk menjadi sebesar pohon ini, ia hanya membutuhkan angin, air, dan cahaya matahari yang cukup. Namun jangan lupakan waktu yang membuatnya terus bertumbuh. Pada mereka semualah benih ini berterima kasih karena telah melatihnya menjadi makhluk yang sadar.”

               “Suatu saat nanti kamu akan besar, Nak, jangan pernah takut untuk berharap menjadi besar karena bisa jadi itu hanya butuh ketekunan dan kesabaran.” Terlihat senyuman di wajah mereka. Lalu keduanya merebahkan diri, meluruskan pandangan ke langit lepas, membayangkan berjuta harapan dan impian dalam benak. Tak lama berselang, keduanya pun terlelap dalam tidur, melepaskan lelah mereka setelah seharian bekerja.

               Teman, pedagang itu benar. Jangan pernah merasa malu dengan segala keterbatasan. Jangan merasa sedih dengan ketidaksempurnaan. Karena, Allah menciptakan kita penuh dengan keistimewaan. Dan, Allah memang menyiapkan kita menjadi makhluk dengan berbagai kelebihan.

               Mungkin suatu ketika kita pernah merasa kecil, tak mampu, tak berdaya dengan segala persoalan hidup. Kita mungkin sering bertanya-tanya, kapan kita menjadi besar dan mamapu menggapai semua impian, harapan, dan keinginan yang ada di dalam dada. Kita juga bisa jadi sering memebayangkan, bilakah saatnya berhasil? Kapankah saat itu akan datang?

               Teman, kita adalah layaknya benih kecil itu. Benih yang menyimpan semua kekuatan dari batang yang kokoh, dahan yang kuat, serta daun-daun yang lebar. Dalam benih itu pula akar-akar yang keras dan menghujam itu bersal. Namun, akankah Allah membiarkan benih itu tumbuh besar, tanpa alpa dengan bantuan tiupan angin, derasnya angin hjan, dan teriknya sinar matahari?

               Begitupun kita, akankah Allah membiarkan kita besar, berhasil, dan sukses tanpa pernah meresakan ujian dan cobaan? Akankah Allah lipa mengingatkan kita dengan hembusan angin “masalah”, derasnya air “hujan” serta teriknya matahari “persoalan”? Tidak Teman. Karena Allah Mahatahu bahwa setiap hamba-Nya akan menemukan jalan keberhasilan, maka Allah tak akan pernah lupa dengan itu semua. Jangan pernah berkecil hati. Semua keberhasilan dan kesuksesan itu telah ada dalam dirimu,                     


Tidak ada komentar: