Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak
dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama
pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan
melewati generasi.
Pendidikan anak usia dini (PAUD)
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia
dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai menstruasi sedangkan
laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah tanggung jawab
sepenuhnya orang tua. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini
didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan
salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada
peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik
halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta
agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya
pendidikan anak usia dini yaitu:
- Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
- Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut
Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut
kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD
dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
- Infant (0-1 tahun)
- Toddler (2-3 tahun)
- Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
- Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Hal-hal yang
harus dipahami dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak,
yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
2.
Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak,
sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak, agar dapat melaksanakan tugas
perkembangan dengan baik.
3. Mengetahui bagaimana membimbing proses
belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
4.
Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak
secara realistis.
5. Mampu mengembangkan potensi anak secara
optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuannya.
fisik dan psikologis (
hall & lindzey, 1993).
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) adalah sebagai berikut:
1) PAUD sebagai titik
sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat fundamental.
2) PAUD memegang peranan
penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab
merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.
3) Anak yang mendapatkan
pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik
maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos
kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
4) Merupakan Masa Golden Age
(Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak
pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni mencapai 80%
perkembangan otak.
5) Cerminan diri untuk
melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan baik
semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan
di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan
yang memadai membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup
selanjutnya.
Pendidikan Anak
Usia Dini merupakan Komitmen Dunia seperti yang tertera dalam kutipan sebagai
berikut:
·
Komitmen Jomtien Thailand (1990)
’Pendidikan untuk semua orang, sejak lahir sampai
menjelang ajal.’
·
Deklarasi Dakkar (2000)
’Memperluas dan
memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini secara
komprehensif terutama yang sangat rawan dan terlantar.’
·
Deklarasi
”A World Fit For Children” di New York (2002)
‘Penyediaan
Pendidikan yang berkualitas’
Landasan Yuridis Tentang PAUD
1. Pembukaan UUD 1945 ; ‘Salah satu tujuan
kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.’
- Amandemen UUD 1945 pasal 28 C
’Setiap anak
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.’
3.
UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1)
’Setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minta dan bakat.’
4. UU No 20/2003 pasal 28
1) Pendidikan
anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
2) Pendidikan
anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non
formal, dan/atau informal.
3) Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK),
Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
4) Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk kelompok bermain
(KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
5) Pendidikan
anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau
pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Perkembangan
Anak
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8
tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan
yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah
kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep
belajar melalui bermain. Perkembangan anak sebagai perubahan psikologis menurut
Kartini Kartono ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam fase
tertentu.
Nana Syaodah Sukmadinata mengemukakan ada tiga
pendekatan perkembangan individu, yaitu Pendekatan Pentahapan, diferensial dan
isaptif. Khususnya pada pendekatan isaptif pada perkembangan anak mencakup
perkembangan psikososial, perkembangan motorik, perkembangan kognitif,
perkembangan sosial, perkembangan bahasa, perkembangan moral dan perkembangan
emosional.
tahapan perkembangan psikososial anak menurut
Erik Erikson dalam Malcolm Knowles adalah sebagai berikut:
·
Tahap
kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap
psikososial yang terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap ini,bayi
mengalami konflik anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut
perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran
akan masa depan.
·
Tahap otonomi
dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt), yaitu tahap kedua
perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru
pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi
mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai
menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari kemauan mereka. Jika
orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak untuk
menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.
·
Tahap prakarsa
dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap perkembangan
psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada tahap ini
anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat, dan suka
menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan
khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami,
menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak
akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif
semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka
memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan
yang dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi
enggan untuk mengambil inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.
·
Tahap kerajinan
dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan yang
berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai
memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak
mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan
intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai
keterampilan yang diberikan disekolah.
·
Tahap identitas
dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu
perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini,
anak dihadapkan pada pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan
tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap
memasuki suatu peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran yang bersifat
menyesuaikan diri maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami krisis dari masa
anak kemasa remaja maka akan menimbulkan kekacauan identitas yang mengakibatkan
perasaan anak yang hampa dan bimbang.
·
Tahap keintiman
dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang dialami pada
masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan oranglain.
Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual yang
mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya dari
tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan
menghindari berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali dalam lingkup
yang amat terbatas.
·
Tahap
generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan
yang dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas
adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan
sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi
mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian
akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi.
·
Tahap integritas
dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan selama akhir
masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun terakhir
kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam
hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan
kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta menikmati hidup
sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang dihantui
perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun
memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.
Perkembangan Kognitif Anak Menurut PIAGET tahapan perkembangan ini dibagi
dalam 4 tahap yaitu sebagai berikut:
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.
Pada umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak terdapat
empat kunci utama emosi pada anak yaitu :
- perasaan marah
perasaan ini akan muncul ketika anak
terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang
mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau
dalam keadaan sakit. Begitu punketika kemauannya tidak diturutioleh
orangtuanya, terkadang timbulrasa marah pada sianak.
- perasaan takut
rasa takut ini di rasakan anak
semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan suara-suara yang gaduh atau rebut.
Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka muncul apabila di
sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi dengan adanya hantu, monster
dan mahluk-mahluk yang menyeramkan lainnya.
- perasaan gembira
perasaan gembira ini tentu saja
muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu. Contohnya ketika anakdiberi
hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti suatu lomba, atau
ketika anak dapat melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya. Banyak hal
yang dapat membuat anak merasa gembira.
- rasa humor
Tertawa merupakan hal yang sangat
universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan orang dewasa. Anak akan
tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negative dan positif.
Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan
perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
Menurut Kohlberg Perkembangan moral (moral development)
berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus
dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika
dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi
yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi
dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar
memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah
laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Peranan keluarga
Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan
pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali
dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal
Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT.
Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan
dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia
diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih
sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara
yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan
mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi
berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang
sangat menentukan terhadap masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga
perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang
belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang dikerjakan
oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.
Tidak heran kemudian apabila anak yang
dibesarkan dalam situasi dan kondisi yang kurang membaik semasa masih dalam
kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak ketika lahir.
Dengan demikian, pihak keluarga
sejatinya banyak mengetahui perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak
masih dalam kandungan, pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan,
perbuatan, dan tindakan-tindakan yang lebih edukatif.
Ketika anak itu sudah lahir, maka
tantangan terberat adalah bagaimana orang tua dapat mengasihi dan menyayangi
anak sesuai dengan dunianya. Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi
hingga dua tahun) mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak
mempunyai
imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan dan pengarahan menurut
orang tua tidak baik untuk memompa kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan,
malah berakibat sebaliknya, yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga
daya kreativitas anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua.
Paradigma semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam
proses pendidikan anak usia dini.
Menarik salah satu pernyataan seorang
pujangga Lebanon, Kahlil Gibran
(1883). "Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia. Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.
(1883). "Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia. Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.
Pernyataan tersebut cukup tepat untuk
mewakili siapa sebenarnya anak-anak kita dan bagaimana seharusnya kita berbuat
yang terbaik untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan
referensi dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang
ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan produktif.
ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan produktif.
Keluarga yang selama ini masih
cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa kecil sejatinya diubah pada
pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana
keliaran imajinasi terus mengalir deras.
Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri
yang beda dengan orang dewasa. Hanya dengan kebebasan bukan pengerangkengan
anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan kreativitasnya secara lebih
produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan
segenap
potensi yang ada dalam dirinya.
potensi yang ada dalam dirinya.
Oleh karena begitu besarnya peranan
orang tua dalam perkembangan anak maka orang tua dituntut untuk dapat memahami
pola-pola perkembangan anak sehingga mereka dapat mengarahkan anak sesuai
dengan masa perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua berkewajiban untuk
menciptakan situasi dan kondisi yang memadai untuk menunjang perkembangan
anak-anaknya. Dengan tercapainya perkembangan anak kearah yang sempurna maka
akan terciptanya keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2
agustus 1996 pada seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang
keluarga sejahtera yaitu bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap
individu. Tujuan utama dari keluarga sejahtera adalah keluarga hendaknya
merupakan wadah pengembangan anak seoptimal mungkin, sehingga mereka berkembang
menjadi pribadi dewasa yang penuh tanggung jawab dan matang dikemudian hari.
Menumbuhkan Kecerdasan Anak Usia Dini
Seorang anak yang baru lahir, ia
masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun
psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Namun secara pasti berangsur-angsur
anak akan terus belajar dengan lingkungannya yang baru dan dengan alat
inderanya, baik itu melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan mapun
pengecapan. Anak berkemungkinan besar untuk berkembang dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya. Bahkan anak bisa meningkat pada taraf perkembangan
tertinggi pada usia kedewasaannya sehingga ia mampu tampil sebagai pionir dalam
mengendalikan alam sekitar. Hal ini karena anak memiliki potensi yang telah ada
dalam dirinya.
Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak
yang cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan sepertiu terciptanya
lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan
serta arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan
kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak.
Sebab jika potensi kecerdasannya tidak dibimbing dan diarahkan dengan
rangsangan-rangsangan intelektual, maka walaupun dia memiliki bakat jenius
aakan tidak ada artinya sama sekali. Sebaliknya jika seorang anak yang memiliki
kecerdasan rata-rata atau normal bila didukung lingkungan yang kondusif maka ia
akan dapat tumbuh menjadi anak yang cerdas diatas rata-rata atau superior. Hal
ini berarti lingkungan memegang peranan penting bagi pendidikan anak selain
bakat yang telah dimiliki oleh anak itu sendiri.
Karakteristik
Belajar Anak
Menurut konsep PAUD, anak-anak
dikondisikan dalam suasana belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan lewat
berbagai permainan. Dengan demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman
tetap terpenuhi. Kalaupun kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan konsep
berhitung, contohnya, pilihlah sarana pembelajaran melalui nyanyian atau cara
lain yang mudah dipahami dan menyenangkan.
Hanya saja, meski sama-sama melalui
cara yang menyenangkan, tujuan pendidikan anak usia prasekolah berbeda dari
pendidikan anak usia sekolah dasar awal. Kalau pendidikan bagi anak usia
prasekolah bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka konsep pendidikan
di awal sekolah dasar bertujuan mengarahkan anak agar dapat mengikuti
tahapan-tahapan pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu saja untuk
mengembangkan berbagai kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna
mengoptimalkan kecerdasannya.
Proses pembelajaran kepada anak harus
sesuai dengan konsep pendidikan anak usia dini. Mengajarkan konsep membaca dan
berhitung, contohnya, haruslah dengan cara yang menarik dan bisa dinikmati anak.
Yang tidak kalah penting, selama proses belajar, jadikan anak sebagai pusatnya
dan bukannya guru yang mendominasi kelas. Dalam pelaksanaannya, inilah yang
disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi bukannya "CBSA" yang
kerap diplesetkan sebagai "Catat Buku Sampai Abis".
Sementara pendidikan usia dini yang
diberikan dalam keluarga juga harus berpijak pada konsep PAUD. Artinya, pola
asuh yang diterapkan orang tua hendaknya cukup memberi kebebasan kepada anak
untuk mengembangkan aneka keterampilan dan kemandiriannya. Ingat, porsi waktu
terbesar yang dimiliki anak adalah bersama keluarganya dan bukan di sekolah.
Program Pendidikan Bagi Anak Usia Dini
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun
1992 tentang pendidikan pra-sekolah, pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa “bentuk
satuan pendidikan pra-sekolah meliputi Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain dan
Penitipan Anak serta bentuk lain yang diterapkan oleh Menteri.
Kelompok Bermain
Pendidikan dini bagi anak-anak usia
pra-sekolah (3-6 tahun) merupakan hal yang penting, karena pada usia ini
merupakan masa membentuk dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan berfikir,
kecerdasan, keterampilan serta kemandirian maupun kemampuan bersosialisasi.
Pada dasarnya dunia anak adalah dunia fundamental dari perkembangan manusia
menuju manusia dewasa yang sempurna. Disadari bahwa generasi merupakan generasi
penerus yang perlu dibina sejak dini, karenanya pembinaan sejak dini merupakan
tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Pembinaan anak usia pra-sekolah
terutama peranan keluarga sangat menentukan.
Menurut Peraturan Pemerintah No 27
tahun 1990 tentang pendidikan pra-sekolah, Kelompok Bermain adalah salah satu
bentuk usaha kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan bermain, yang juga
menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki
pendidikan dasar.
Selama tahun pra-sekolah, taman
kanak-kanak, pusat penitipan anak-anak dan kelompok bermain semuanya menekankan
permainan yang memakai mainan. Akibatnya baik sendiri atau berkelompok mainan
merupakan unsur yang penting dari aktivitas bermain anak. Bermain dengan
teman-teman sebayanya, anak dirangsang dalam kemampuan mental seperti
kecerdasan, kreativitas, kemampuan sosial yang sangat bermanfaat pada masa kini
dan masa yang akan datang. Kegiatan bermain memiliki arti positif terhadap
perkembangan sosial anak. Seperti yang dikemukakan oleh Zulkifli bahwa dengan
berman mereka lebih banyak mengenal benda-benda yang berguna bagi perkembangan
sosialnya. Hal ini dapat terlihat dengan mengenal benda seperti mobil dapat
mengembangkan rasa sosial anak dimana benda tersebut dapat membantu orang lain
eprgi kesuatu tempat tertentu. Secara lebih jauh dapat dilihat dengan adanya
perkembangan teknologi menunjukan makin menariknya teknis dan permainan
elektronik bagi anak yang ditunjang oleh situasi dan kondisi dimana anak-anak
sulit mendapat teman sebaya untuk bersosialisasi sehingga anak dapat menonton
atau bermain sendiri tanpa memerlukan oranglain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar