Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas VII-A SMP Bangun Bangsa Melalui
Pemanfaatan Lingkungan Sekitar Sekolah Sebagai Sumber Belajar Pada Konsep
Ekosistem
BAB
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Lingkungan yang
spesifik dan kondisional akan memberikan ragam persoalan IPA dan memberikan
relevansi antara teoritis dan aplikasi. Serta akan melibatkan kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotoris siwa sehingga pemahaman konsep yang
didapatkan akan lebih mengena (melekat) dibandingkan dengan penjelasan melalui
ceramah (Sandhi, 2007).
Hal ini sejalan
dengan pandangan Dirjen Dikdasmen Indra Jati Sidi dalam Mastur (2007) bahwa
pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan
aspek kognitif, tetapi juga berorientasi pada cara anak didik dapat belajar
dari lingkungan, pengalaman, dan kehebatan orang lain, kekayaan dan luasnya
hamparan alam sehingga mereka bisa mengembangkan sikap kreatif dan daya pikir
imajinatif. Dengan penugasan di luar kelas melalui proyek, siswa diharapkan
akan semakin terlibat dan apresiatif terhadap materi lingkungan hidup yang
dipelajari. Dengan pendekatan kontekstual, seorang guru berusaha menunjukkan
kepada siswa, betapa materi lingkungan hidup yang dipelajarinya sebenarnya
sangat dekat, bahkan berinteraksi secara langsung dengan pengalaman keseharian
mereka. Akibatnya, pembelajaran materi lingkungan hidup dapat berlangsung
dengan penuh makna , dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesadaran siswa
terhadap lingkungan hidup.
Beberapa hasil
penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran melalui lingkungan salah
satunya dilaksanakan Afriani (2005) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pembelajaran menggunakan pendekatan lingkungan dapat mengoptimalkan pemahaman
siswa tentang konsep ekosistem, pemahamana siswa tentang pembelajaran konsep
ekosistem meningkat dilihat dari ketuntasan hasil belajar siswa untuk postes
siklus 1 dari 78% menjadi 86,9 % pada siklus 2, proses selama pembelajaran
sudah tergolong baik dan kinerja siswa selama proses pembelajaran menjadi lebih
baik. Hasil penelitian Mardiana (2001), bahwa belajar dengan memanfaatkan taman
sekolah mendapatkan hasil yang lebih baik, dalam pembelajaran ekosistem pada
siswa kelas VII SMP Harapan Bangsa yang diukur dengan tes formatif. Selain itu,
penelitian yang telah dilakukan Sukamto (2001) hasil penelitian menunjukkan
bahwa lingkungan SMP Bangun Bangsa dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar
Biologi kelas VII dalam pokok bahasan makhluk hidup, keanekaragaman makhluk
hidup, keanekaragaman tumbuhan, tumbuhan biji, ekosistem dan saling
ketergantungan.
Menurut Afriyani
(2005) menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran tidak
terlepas dari berbagai kendala, sehingga perkembangannya terasa lambat. Belajar
di luar kelas terkesan banyak menyita waktu, tidak serius, dan ada juga yang
berpandangan bahwa belajar di luar kelas adalah tidak belajar.
Pandangan-pandangan ini harus diubah karena sangat merugikan kelangsungan
proses pembelajaran. Untuk mengatasi kendala waktu dalam pelaksanaan
pembelajaran menggunakan pemanfataan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber
belajar, maka diformulasikan keterpaduan antara kegiatan intrakurikuler dan
kokurikuler.
Berdasarkan
informasi dari beberapa guru biologi kelas VII, pembelajaran biologi umumnya
disampaikan dengan cara ceramah, walaupun guru yang bersangkutan pernah mencoba
membawa ke lingkungan, namun tanpa menggunakan LKS dan pembagian kelompok. Cara
penyampaian guru seperti ini cenderung tidak melibatkan siswa secara aktif.
Konsep-konsep
biologi yang disampaikan masih kurang dipahami
oleh siswa, hal ini terlihat dari nilai ulangan harian siswa pada konsep
ekosistem memperoleh nilai rata-rata sebesar 58,4 pada tahun ajaran 2006-2007,
dari nilai ulangan harian ini ada 12 siswa yang tuntas secara individual, yakni
yang mencapai nilai ≥ 65, dan ini berarti siswa mencapai ketuntasan klasikal
sebesar 40% sedangkan hasil relajar yang diharapkan dengan ketuntasan klasikal
85%. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa konsep ekosistem ini cukup
sulit, karena banyaknya siswa yang belum tuntas belajar.
Berdasarkan hal
tersebut maka dianggap penting bagi peneliti untuk mengadakan penelitian
melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar pada konsep ekosistem
untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas VII-A SMP Bangun Bangsa.
II. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari
latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah dengan
melalui pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar dapat
meningkatkan pemahaman konsep ekosistem pada kelas VII-A SMP Bangun Bangsa?
III. BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Materi yang diajarkan dibatasi hanya pada konsep
ekosistem dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber
belajar.
2.
Lingkungan sekitar sekolah yang dijadikan sebagai
sumber belajar adalah kebun, kolam,
lahan kosong, parit, sungai, halaman sekolah, dan taman sekolah.
IV.
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman siswa kelas VII-A SMP Bangun Bangsa melalui pemanfaatan lingkungan
sekitar sekolah sebagai sumber belajar pada konsep ekosistem.
V.
MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh peneliti, pihak sekolah, guru biologi dan para siswa.
1. Peneliti yang bersangkutan dapat memiliki pengalaman untuk
memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar yang dapat diterapkan nantinya dalam kegiatan
pembelajaran biologi.
2.
Sekolah yang
bersangkutan dapat memelihara lingkungan sekitar sekolah yang bisa dimanfaatkan
sebagai sumber belajar bagi kelangsungan kegiatan proses belajar-mengajar.
3.
Guru dapat memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah sebagai salah satu
sumber belajar yang dapat membantu guru dalam menyampaikan dan memperjelas
konsep-konsep biologi.
4.
Siswa termotivasi
dan terbantu dalam mengenal lingkungan sebagai salah satu sumber belajar dalam
pembelajaran.
VI. TINJAUAN PUSTAKA
6.1 Sumber
Belajar
6.1.1 Pengertian Sumber Belajar
Edgar Dale (1969) dalam anonim (2007) seorang ahli pendidikan
mengemukakan sumber belajar adalah, ' segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan
untuk memfasilitasi belajar seseorang.' Pendapat lain dikemukakan oleh
Association Educational Comunication and Tehnology AECT (1977) yaitu ' berbagai
atau semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat
digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi
sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar.
Menurut Rohani (1997) sumber belajar (learning resources) adalah segala macam
sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan
(memudahkan) terjadinya proses belajar.
6.1.2 Manfaat sumber belajar
Menurut Rohani (1997) manfaat sumber belajar
antara lain meliputi :
1.
Memberikan
pengalaman belajar secara langsung dan konkret kepada peserta didik.
2.
Dapat
menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi, atau dilihat secara
langsung dan konkret.
3.
Dapat menambah
dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas.
4.
Dapat memberi
infomasi yang akurat dan terbaru.
5.
Dapat membantu
memecahkan masalah pendidikan (instruksional) baik dalam lingkup mikro maupun
makro.
6.
Dapat memberi
motivasi yang positif, apabila diatur dan direncanakan pemanfaatannya secara
tepat.
7.
Dapat merangsang
untuk berpikir, bersikap dan berkembang lebih lanjut.
6.1.3
Ciri-ciri sumber belajar
Menurut Rohani (1997) ciri-ciri sumber belajar antara lain meliputi :
1.
Sumber belajar
harus mampu memberikan kekuatan dalam proses belajar mengajar, sehingga tujuan
instruksional dapat tercapai secara maksimal.
2.
Sumber belajar
harus mempunyai nilai-nilai instruksional edukatif yaitu dapat mengubah dan
membawa perubahan yang sempurna terhadap tingkah laku sesuai dengan tujuan yang
ada.
3.
Dengan adanya
klasifikasi sumber belajar, maka sumber belajar yang dimanfaatkan mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Tidak
terorganisasi dan tidak sistematis baik dalam bentuk maupun isi.
b.
Tidak mempunyai
tujuan instruksiona tujuan instruksional yang eksplisit.
c.
Hanya
dipergunakan menurut keadaan dan tujuan tertentu atau secara insidenta.
d.
Dapat
dipergunakan untuk berbagai tujuan instruksional.
4.
Sumber belajar
yang dirancang mempunyai ciri-ciri yang spesifik sesuai dengan tersedianya
media.
6.1.4
Pembagian sumber belajar
Menurut Rohani (1997) pembagian sumber belajar
antara lain meliputi :
1.
Sumber belajar
cetak : buku, majalah, ensiklpedi, brosur, koran, poster, denah, dan lain-lain.
2.
Sumber belajar
non cetak : fim, slide, video, model, boneka, audio kaset, dan lain-lain.
3.
Sumber belajar
yang berupa fasilitas : audotorium, perpustakaan, ruang belajar, meja belajar
individual (carrel), studio, lapangan olahraga dan lain-lain.
4.
Sumber belajar
yang berupa kegiatan : wawancara, kerja kelompok, observasi, simulasi,
permainan dan lain-lain.
5.
Sumber belajar
yang berupa lingkungan dari masyarakat : taman, terminal, dan lain-lain.
Pengelompokkan sumber-sumber belajar menurut
Udin saripuddin dan Winataputra dalam Djamarah & Zain (1995) dibedakan
menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku/perpustakaan, media massa, alam
lingkungan, dan media pendidikan. Karena itu, sumber belajar adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran
terdapat atau asal untuk belajar seseorang.
6.2 Lingkungan
Sekitar Sekolah Sebagai Sumber Belajar
Menurut Susilo (2003) sumber
belajar yang dipiih dari lingkungan sekitar dapat berupa objek tempat tertentu,
majalah, koran maupun brosur. Lingkungan
sekitar yaitu lingkungan rumah, sekolah, sawah atau hutan, dapat digunakan
sebagai sumber belajar yang baik. Oleh karena itu dalam mempelajari lingkungan,
sejauh mungkin mencari kesempatan untuk bisa belajar dari alam. Pendidikan
dalam lingkungan ini memberi kesempatan siswa untuk mengumpulkan data dari
kegiatan pengamatan, pembuatan sketsa, pemotretan, wawancara dan pengukuran. Dalam
mengembangkan pembelajaran biologi perlu diingat bahwa lingkungan siswa sendiri
adalah sumber belajar biologi yang sangat berharga. Melalui lingkungan kelas,
sekolah atau rumah akan sangat bearti bagi siswa untuk berperan aktif dalam
mengelola lingkungan mereka. Pendekatan lingkungan diberikan agar siswa peduli
terhadap lingkungan. Secara rinci siswa memperoleh hal-hal berikut :
-
peduli akan kualitas lingkungan
-
sikap menghargai lingkungan
-
rasa tanggung jawab atas tingkah laku mereka terhadap lingkungan
-
kemauan untuk menilai pengaruh tingkah laku mereka terhadap
lingkungan.
-
antusias untuk menyelidiki aspek-aspek lingkungan.
-
sikap hormat terhadap hal, kebutuhan, dan pendapat
orang lain
-
sikap menghargai kebutuhan adanya kerjasama lokal,
nasional dan internasional
-
mencegah timbunya masalah dan mengatasi masalah lingkungan
-
sikap menghargai karakter unik lingkungan Indonesia
-
sikap menghargai sumbangan yang teah diberikan
masyarakat terhadap lingkungan.
Menurut Depdiknas (2003) dalam Sandhi (2007) laboratorium lingkungan
dapat bermakna kebun sekolah atau lahan/tanah yang dijadikan alat perantara
keberhasilan proses belajar mengajar agar pembelajaran dapat lebih berakar
dalam pikiran keterampilan dan sikap anak. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah mata pelajaran yang menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu”
dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang alam sekitar. Proses pembelajaran IPA diharapkan memberi
penekanan yang besar pada penguasaan kompetensi yang disebut “life skill”, yang
berarti kecakapan hidup yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem
hidup dan kehidupan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari solusi untuk
mengatasinya. Strategi pembelajaran IPA diharapkan lebih mengedepankan
pendekatan kontekstual, artinya lingkungan diharapkan dapat sebagai sumber
belajar dan memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. lingkungan adalah
sebuah ekosistem yang dapat dijadikan tempat penelitian, merupakan sarana
alamiah dan spesifik. Mengingat lapangan terbuka dapat memberikan interaksi
antar komponen (siswa dengan siswa, siswa dengan guru atau sebaliknya) akan
berlangsung dengan baik serta menempatkan guru sebagai fasilitator dan
motivator berlangsungnya pembelajaran di ruang terbuka. Hal ini akan melibatkan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotoris siwa sehingga pemahaman konsep
yang didapatkan akan lebih mengena (melekat) dibandingkan dengan penjelasan
melalui ceramah.
Konsep-konsep sains
dan lingkungan sekitar siswa dapat dengan mudah dikuasai siswa melalui
pengamatan pada situasi yang konkret. Dampak positif dari diterapkannya
pemanfaatan lingkungan yaitu siswa dapat terpacu sikap rasa keingintahuannya
tentang sesuatu yang ada di lingkungannya. Ada empat pilar pendidikan
yakni learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to be (belajar
untuk menjadi jati dirinya), learning to do (belajar untuk mengerjakan
sesuatu) dan learning to life together (belajar untuk bekerja sama)
dapat dilaksanakan melalui pembelajaran dengan pemanfaatan lingkungan yang
dikemas sedemikian rupa oleh guru. Bekerja dan belajar yang berbasis lingkungan
sekitar memberikan nilai lebih, baik bagi si pembelajar itu sendiri maupun bagi
lingkungan sekitar (Suniarsih, 2007).
6.3 Kedudukan
Konsep Ekosistem di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Di
dalam KTSP konsep ekosistem ini merupakan materi pelajaran Biologi untuk SMP
Bangun Bangsa kelas VII-A dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah
sebagai berikut :
Standar kompetensi :
Komptensi dasar :
Indikator :
6.4 Materi
tentang Ekosistem
Adapun uraian materi pelajaran yang akan
dipelajari adalah sebagai berikut :
6.4.1
Pengertian
Ekosistem
Ekosistem merupakan hubungan saling mempengaruhi antara makhluk hidup
dengan lingkungannya (makhluk tak hidup) membentuk suatu sistem. Sebuah kebun,
halaman sekolah, kolam, parit, sungai, lahan kosong dan taman sekolah
masing-masing merupakan suatu ekosistem. Ilmu yang mempelajari ekosistem adalah
ekologi.
Seluruh ekosistem di permukaan
bumi membentuk suatu ekosistem yang sangat besar, yakni ekosistem dunia atau
biosfer. Biosfer meliputi seluruh
makhluk hidup yang ada di bumi beserta udara, air, dan tanah di sekitarnya.
6.4.2
Satuan
Makhluk Hidup dalam Ekosistem
Di dalam ekosistem terdapat
satuan-satuan makhluk hidup yang dinamakan individu, populasi, dan komunitas
yang saling berinteraksi dengan komponen benda tak hidup, misanya air dan
udara.
1. Individu
Di dalam suatu habitat tidak hanya terdapat satu jenis makhluk hidup,
melainkan ada berbagai jenis makhluk hidup. Pada habitat perairan terdapat
makhluk hidup, yaitu ikan kecil, ikan lundu, ikan seluang, ikan gabus, ikan sepat,
teratai, kangkung, salvinia sp,
ganggang dan hydrilla sp. Jumlah
setiap jenis makhluk hidup tersebut lebih dari satu. Satu ekor ikan gabus atau
satu ekor ikan sepat disebut individu. Satu ganggang disebut individu. Demikian
juga dengan manusia. Seorang manusia disebut individu. Individu adalah satuan
makhluk hidup tunggal (Sumarwan
dkk.,2004).
2. Populasi
Ikan gabus yang hidup di kolam SMPN 1 Tamban jumlahnya lebih dari satu.
Demikian juga dengan tumbuhan air seperti Hydrilla
sp, ganggang, Salvinia sp dan teratai.
Semua ikan sepat yang hidup di kolam tersebut disebut populasi ikan sepat,
semua Salvinia sp disebut populasi Salvinia sp, semua teratai disebut
populasi teratai, dan semua tumbuhan Hydrilla
sp disebut populasi Hydrilla sp,
semua ganggang disebut disebut populasi ganggang. Populasi adalah kumpulan
individu sejenis yang hidup menetap di suatu daerah tertentu (Sumarwan dkk.,2004).
Kepadatan Populasi
Jumlah individu sejenis atau
anggota suatu popuasi pada suatu daerah dengan luas tertentu disebut kepadatan
populasi. Kepadatan populasi dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kepadatan
popuasi = banyaknya individu sejenis
Luas daerah
yang ditempati
Kepadatan populasi dapat berubah karena beberapa hal
berikut ini :
a.
Kelahiran dan kematian. Kelahiran
menyebabkan kepadatan populasi meningkat, sedangkan kematian menyebabkan
kepadatan populasi menurun.
b.
Perpindahan (migrasi). Migrasi yang
menambah populasi disebut migrasi masuk (imigrasi), sedangkan migrasi yang
mengurangi populasi disebut migrasi keluar (emigrasi).
Pada umumnya, kepadatan
populasi tetap, karena jumlah kelahiran biasanya diimbangi oleh jumlah
kematian, dan migrasi keluar diimbangi oleh migrasi masuk. Akan tetapi,
kadang-kadang terjadi perubahan yang besar pada kepadatan populasi. Salah satu
penyebabnya ialah perubahan atau kerusakan lingkungan.
Habitat adalah tempat hidup makhluk hidup. Jenis-jenis habitat antara lain
: habitat air tawar, air asin, dan habitat darat.
3. Komunitas
Semua populasi makhluk hidup yang hidup dalam suatu daerah atau lingkungan
yang sama disebut komunitas. Misalnya populasi ikan gabus, populasi ikan kecil,
ikan sepat, populasi teratai, dan populasi Hydrilla
sp di kolam merupakan anggota komunitas air. Di antara anggota komunitas ini terjadi
interaksi atau hubungan timbal balik. Komunitas adalah kumpulan populasi
makhluk hidup yang hidup pada suatu daerah tertentu (Sumarwan dkk.,2004).
6.4.3
Saling hubungan antarkomponen
ekosistem
Setiap ekosistem
tersusun oleh benda-benda tak hidup dan makhluk hidup. Benda-benda tak hidup
merupakan komponen abiotik (a berati “tidak”, bio bearti “hidup”) dari suatu ekosistem, dan makhluk hidup
merupakan komponen biotik dari ekosistem tersebut.
1. Peran komponen abiotik
Komponen abiotik
yang berpengaruh terhadap makhluk hidup antara lain tanah, air, udara, cahaya
matahari dan suhu.
2. Peran komponen biotik
Setiap jenis makhluk hidup
mempunyai peran tertentu di dalam suatu ekosistem. Peran ini berhubungan dengan
cara-cara makhluk hidup tersebut memenuhi kebutuhan makanannya. Ada makhluk
hidup yang dapat membuat sendiri makanannya, ada yang harus mengambil makanan
dari makhluk hidup lain, dan ada pula yang memperoleh makanannya dengan jalan
menguraikan makhluk yang telah mati. Berdasarkan cara memperoleh makanan itu, komponen
biotik dari suatu ekosistem dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu produsen
(penghasil), konsumen (pemakai), dan dekomposer (pengurai) (Muid
& Kamajaya, 2007).
a). Produsen
Semua produsen dapat menghasilkan makanannya sendiri sehingga disebut
organisme autotrof. Mereka mampu membentuk zat-zat organik dari zat anorganik
sederhana. Pembentukan
makanan ini dapat melalui proses fotosintesis dengan bantuan energi cahaya dan
klorofil atau zat hijau daun.
Sebagai produsen,
tumbuhan hijau menghasilkan makanan (karbohidrat) dan O2 melalui
proses fotosintesis. Makanan ini dimanfaatkan oleh tumbuhan sendiri maupun
makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, produsen merupakan sumber energi utama
bagi organisme lain, yaitu konsumen. Sementara itu, produsen menggunakan sumber
energi matahari dalam proses fotosintesis. Dengan demikian, matahari merupakan
sumber energi utama bagi kehidupan (Sudjino, 2007).
b). Konsumen
Semua konsumen tidak
dapat membuat makanan sendiri di dalam tubuhnya sehingga disebut
heterotrof. Mereka mendapatkan zat organik yang telah dibentuk oleh produsen
atau dari konsumen lain yang menjadi mangsanya. Zat-zat organik ini digunakan
oleh konsumen sebagai sumber energi (Sudjino, 2007).
c). Pengurai
Semua makhluk hidup
akhirnya akan mati. Daun-daun kering berguguran, pohon-pohon tua
tumbang, dan hewan-hewan mati menjadi bangkai. Namun demikian, bumi tidak
dipenuhi oleh sampah tumbuhan dan bangkai hewan. Hal ini semua berkat adanya
pengurai (dekomposer), yaitu konsumen khusus, yang mengambil makanan dari
bangkai atau makhluk hidup yang telah mati. Bakteri dan jamur saprofit
merupakan organisme yang termasuk dekomposer.
6.4.4
Ketergantungan
Antara Produsen, Konsumen, dan Pengurai.
a. Rantai Makanan dan Jaring-Jaring Makanan
1) Rantai makanan
Gambar : Rantai makanan yang
berlangsung di lahan kosong SMPN 1 Tamban
Urutan makan dan dimakan seperti
pada gambar diatas membentuk suatu pola. Pola-pola makan-memakan yang
berurutan ini memberikan kesan saling mengait seperti “rantai”. Oleh karena itu, pola seperti
itu disebut rantai makanan. Dalam makanan terdapat energi, proses makan dan
dimakan pada dasarnya merupakan proses perpindahan energi. Rantai makanan
adalah perpindahan materi dan energi dari makhluk hidup satu ke makhluk hidup
lain melalui proses makan dan dimakan dengan urutan tertentu (Sudjino, 2007).
2) Jaring-jaring makanan
Konsumen tidak hanya
tergantung pada satu macam makanan saja. Misalnya , sapi tidak hanya makan
rumput, tetapi dapat juga makan tumbuhan perdu. Demikian pula sebaliknya. Satu
jenis makanan dapat dimakan oleh lebih dari satu macam konsumen. Misalnya,
rumput tidak hanya dimakan oleh sapi, tetapi dimakan juga oleh kambing atau
kerbau. Dengan demikian, konsumen pada suatu rantai makanan dapt menjadi
anggota rantai makanan yang berbeda. Jadi, rantai-rantai makanan dapat
saling tumpang tindih atau saling berhubungan satu sama lain membentuk suatu
jaring-jaring yang simpang siur, dan disebut jaring-jaring makanan. Jadi,
kumpulan rantai makanan yang saling berhubungan disebut jaring-jaring makanan (Muid & Kamajaya, 2007).
b.
Piramida Makanan dan Aliran
Energi
1). Piramida makanan
Ikan kecil
alga
Gambar : Dasar piramida selalu ditempati oleh produsen
dan jumlahnya paling banyak.
Dalam piramida makanan, produsen dan
konsumen menduduki tingkat-tingkat tertentu. Tingkatan-tingkatan tersebut
dinamakan tingkat tropik. Produsen menempati tingkat tropik 1, konsumen 1
menempati tingkat tropik 2, konsumen II menempati tingkat tropik 3, dan
seterusnya. Piramida makanan adalah komposisi rantai makanan yang makin ke atas
jumlahnya makin kecil (Sumarwan dkk.,2004).
2). Aliran Energi
Dalam suatu ekosistem terjadi
proses makan dan dimakan yang dilakukan organisme untuk memperoleh tenaga atau
energi. Di dalam proses makan dan dimakan tersebut juga berlangsung aliran
energi.
Dalam jaring-jaring kehidupan,
hanya sebagian kecil dari energi mengalami perpindahan dari satu makhluk hidup
ke makhluk hidup lainnya. Energi yang tersimpan dalam produsen tidak seluruhnya
akan pindah ke dalam jaringan tubuh konsumen tingkat pertama. Dari sejumlah
energi yang tersimpan dalam jaringan, yang disimpan dalam tubuh konsumen
kira-kira 10% saja. Energi yang lain akan digunakan untuk gerak, aktivitas
biologis, dan sebagian energi hilang sebagai panas, sedangkan sebagian lagi
tetap tersimpan dalam makanan yang tidak tercena dan keluar sebagai kotoran.
Pendek kata, setaip kali energi terlibat dalam suatu kegiatan hidup, selalu ada
sebagian yang diepaskan ke alam bebas. Jadi, dalam proses makan dan dimakan
terjadi aliran energi antarkomponen biotiknya (Sudjino, 2007).
VII. METODE PENELITIAN
7.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan tekhnik Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
merupakan penelitian yang dilakukan oleh
guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi
meningkat (Wardhani, 2007).
7.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Bangun Bangsa dengan
jumlah siswa sebanyak 22 siswa yang terdiri dari 14
perempuan dan 8 laki-laki.
7.3
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian
Penelitian ini
dilakukan selama 6 bulan, yang bertempat di SMP Bangun Bangsa
7.4 Rencana Penelitian
Penelitian ini direncanakan sebanyak 2 siklus masing-masing siklus 1 kali
pertemuan. Siklus 1
menjelaskan sub konsep satuan makhluk hidup dalam ekosistem dan saling hubungan
antar komponen ekosistem sedangkan pada siklus 2 menjelaskan ketergantungan
antara produsen, konsumen, dan pengurai. Waktu belajar efektif sebanyak 4 jam
pelajaran kegiatan intrakurikuer dan 1 jam pelajaran kegiatan kokurikuler. Hal
ini dilakukan karena pembelajaran ini menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar sehingga
menuntut siswa keluar kelas dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Hal ini
menimbulkan konsekuensi pembelajaran dilakukan di luar jadwal pelajaran
sekolah, namun demikian hal ini sudah disepakati oleh guru biologi dengan
pimpinan sekolah.
Tabel. Rencana Kegiatan
Penelitian Tindakan Kelas
Siklus
|
Pertemuan
|
Indikator
|
Tujuan
Pembelajaran Khusus
(Pada produk)
|
Materi
|
Tempat
|
1
|
1
|
Mengidentifikasikan satuan-satuan dalam ekosistem
dan menyatakan matahari merupakan sumber energi utama.
|
a.
Siswa dapat
menjelaskan pengertian ekosistem
b. Siswa dapat menjelaskan tentang individu
c.
Siswa dapat
menjelaskan tentang populasi
d. Siswa dapat menjelaskan tentang komunitas
e.
Siswa dapat
menjelaskan komponen biotik
f.
Siswa dapat
menjelaskan komponen abiotik
g.
Siswa dapat
menjelaskan tentang konsumen
h. Siswa dapat menjelaskan tentang produsen
i.
Siswa dapat
menjelaskan tentang pengurai
|
Satuan-satuan
makhluk hidup dalam ekosistem dan saling hubungan antarkomponen ekosistem
|
Di luar kelas
|
2
|
2
|
Menggambar-kan dalam bentuk diagram rantai makanan
dan jaring-jaring kehidupan berdasar hasil pengamatan suatu ekosistem.
|
a.
Siswa dapat
menjelaskan rantai makanan.
b. Siswa dapat membuat diagram rantai makanan
c.
Siswa dapat
menjelaskan jaring-jaring makanan.
d. Siswa dapat membuat jaring-jaring makanan.
e.
Siswa dapat menjelaskan piramida makanan.
f.
Siswa dapat
membuat piramida makanan
g.
Siswa dapat mengetahui dalam proses makan dan dimakan
berlangsung aliran energi.
|
Ketergantungan antara produsen, konsumen, dan
pengurai.
|
Di luar kelas
|
7.4.1
Siklus 1
Refleksi awal
Berdasarkan hasil
observasi dan pengalaman belajar guru, dapat diuraikan refleksi awal sebagai
berikut :
(1) Siswa SMP secara umum memperoleh
pembelajaran biologi dari gurunya melalui pendekatan konsep melalui ceramah,
walaupun guru pernah membawa ke lingkungan namun hanya sebagai pengamatan saja
tidak menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS)
(2) Lingkungan sekitar sekolah dan
tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sangat mendukung
pembelajaran pada konsep ekosistem ini.
Proses pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada siklus 1 terdapat 1 kali pertemuan, yakni
sebagai berikut :
a. Tahap Perencanaan
Pada siklus 1 membahas sub konsep satuan makhluk hidup dalam ekosistem
dan saling hubungan antarkomponen ekosistem melalui pemanfaatan lingkungan
sekitar sekolah sebagai sumber belajar yang didahului oleh perencanaan yang
meliputi :
1.
Peneliti melakukan penjelajahan ke lingkungan sekitar
sekolah SMP Bangun Bangsa untuk dijadikan lokasi pembelajaran.
2.
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang
sub konsep satuan makhluk hidup dalam ekosistem dan saling hubungan
antarkomponen ekosistem melalui pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah sebagai
sumber belajar.
3.
Menyusun LKS tentang satuan makhluk hidup dalam
ekosistem dan saling hubungan antarkomponen ekosistem melalui pemanfaatan
lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar.
4.
RPP yang telah dibuat beserta perangkat pembelajarannya
selanjutnya disampaikan kepada guru bidang studi untuk dipelajari, didiskusikan
dan diperbaiki seperlunya dengan mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia.
5.
Menyusun soal-soal evaluasi yang akan diujikan secara tertulis kepada
siswa pada setiap kali pertemuan
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
1.
Siswa telah diberi tugas membaca bahan ajar (buku
paket) di rumah sebelum materi tersebut akan dibahas, maksudnya agar konsep
yang dipelajari telah dipahami oleh siswa sehingga diperoleh kesiapan belajar.
2.
Siswa di ajak menuju lokasi yang telah ditetapkan dalam
pembelajaran pada siklus 1, menetapkan anggota kelompok dan mempelajari LKS.
3.
Kegiatan pembelajaran, secara umum dalam kegiatan ini
siswa melakukan pengamatan, diskusi kelompok, diskusi antar kelompok, dan
menjawab soal-soal.
c. Observasi dan Evaluasi Tindakan
Kegiatan pada tahap ini adalah
sebagai berikut :
1.
Observasi terhadap pelaksanaan PTK dengan menggunakan lembar observasi
aktivitas dan respon siswa serta guru dari modifikasi Borich (1995) dalam
Supramono.
2.
Peningkatan
hasil belajar siswa diperoleh dari tes hasil belajar siswa (post test dan pre
test) dan kemampuan siswa dalam memahami LKS. Data ini dijadikan bahan
pertimbangan dalam melakukan refleksi pada siklus berikutnya.
d. Tahap Refleksi
Pada tahap ini dilakukan
evaluasi terhadap proses pembelajaran pada siklus 1 dan menjadi pertimbangan
untuk memasuki pada siklus 2. Pertimbangan yang dilakukan bilamana dijumpai
satu komponen di bawah ini yang belum terpenuhi, yaitu sebagai berikut :
a. Siswa mencapai ketuntasan individual ≥ 65 % dan ketuntasan klasikal
jika ≥ 85 % dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual yang diambil dari
tes hasil belajar (pre test dan post test).
b.
Hasil pemahaman terhadap LKS tergolong baik (76-100)
(Arikunto, 1998).
7.4.2
Siklus 2
Proses pelaksanaan penelitian
tindakan kelas pada siklus 2 ini terdapat 1 kali pertemuan, yakni sebagai
berikut :
a.
Tahap
Perencanaan
Pada siklus 2 membahas sub konsep ketergantungan antara produsen,
konsumen, dan pengurai berdasarkan pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai
sumber belajar yang didahului oleh perencanaan yang meliputi :
1.
Peneliti melakukan penjelajahan lingkungan sekitar
sekolah SMP Bangun Bangsa untuk dijadikan lokasi pembelajaran.
2.
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang
sub konsep ketergantungan antara produsen, konsumen, dan pengurai berdasarkan
pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar.
3.
Menyusun LKS tentang sub konsep ketergantungan antara
produsen, konsumen, dan pengurai berdasarkan pemanfaatan lingkungan sekitar
sekolah sebagai sumber belajar.
4.
RPP yang telah dibuat beserta perangkat pembelajarannya
selanjutnya sampaikan kepada guru bidang studi untuk dipelajari, didiskusikan
dan diperbaiki seperlunya dengan mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia.
5.
Menyusun soal-soal evaluasi yang akan diujikan secara tertulis kepada
siswa pada setiap kali pertemuan.
b.
Tahap
Pelaksanaan Tindakan
1.
Siswa telah diberi tugas membaca bahan ajar (buku
paket) di rumah sebelum materi tersebut akan dibahas, maksudnya agar konsep
yang dipelajari telah dipahami oleh siswa sehingga diperoleh kesiapan belajar.
2.
Siswa di ajak menuju lokasi yang telah ditetapkan dalam
pembelajaran pada siklus 1, menetapkan anggota kelompok, dan mempelajari LKS.
3.
Kegiatan pembelajaran, secara umum dalam kegiatan ini
siswa melakukan pengamatan, diskusi kelompok, diskusi antar kelompok, dan
menjawab soal-soal.
c.
Observasi dan
Evaluasi Tindakan
Kegiatan pada tahap ini adalah
sebagai berikut :
1. Observasi terhadap pelaksanaan
PTK dengan menggunakan lembar observasi aktivitas dan respon siswa serta guru
dari modifikasi Borich (1995) dalam Supramono.
2. Peningkatan hasil belajar siswa
diperoleh dari tes hasil belajar siswa (post test dan pre test) dan kemampuan
siswa dalam memahami LKS.
d.
Tahap Refleksi
Pada tahap
inilah hasil peneitian akan tampak, apakah semua indikator yang dirancang dalam
penelitian ini akan berhasil atau tidak.
7.5 Pengembangan Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi
LKS dan alat evaluasi hasi belajar yang berpedoman pada indikator masing-masing
rencana pelaksanaan pembelajaran. Instrumen ini merupakan seperangkat tugas
yang harus diselesaikan oleh siswa, langkah-langkah penyusunan instrumennya
adalah sebagai berikut :
(1)
Merumuskan tujuan pembelajaran khusus berdasarkan
rambu-rambu dalam silabus kurikulum IPA SMP
(2)
Menyusun instrumen LKS sesuai dengan materi yang akan
disampaikan.
(3)
Menyusun soal berdasarkan tujuan khusus yang telah
dirumuskan dan kisi-kisi soal sesuai
dengan materi yang akan disampaikan dan dilengkapi dengan kunci jawaban.
7.6 Validasi Instrumen
Validasi instrumen
dilakukan oleh guru mata pelajaran biologi dan dosen pembimbing.
7.7 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dapat diperoleh dari :
1.
Sumber data
Sumber data penelitian tindakan kelas ini diperoleh dari :
b.
Hasil belajar siswa melalui tes hasil belajar (pre test
dan post test) dan nilai yang diperoleh berupa peningkatan ketuntasan hasil
belajar siswa dari hasil pre test dan pos test.
c. Hasil pemahaman siswa melalui
LKS pada setiap kali pertemuan.
d. Lembar observasi aktivitas dan
respon dari siswa serta guru dalam kegiatan pembelajaran.
2.
Jenis data
Jenis data yang diperoleh adalah kuantitatif dan kualitatif.
3.
Cara pengambilan data
b.
Data kuantitaif diperoleh dari : data kemampuan siswa
yang diambil dari hasil pre test dan post test dan kemampuan mengerjakan soal
LKS menggunakan katagori baik (76-100%), cukup (56-75%), kurang baik (40-55%)
dan tidak baik (kurang dari 40%) (Arikunto, 1998).
c. Data kualitatif diperoleh dari
penggunaan lembar observasi aktivitas dan respon siswa serta guru dalam
kegiatan pembelajaran.
7.8 Teknik Analisis Data
Analisis data terhadap hasil penelitian dijelaskan sebagai berikut:
(1)
Analisis data hasil penelitian yang tergolong data
kuantitatif berupa hasil belajar (pre test dan post test) dengan cara
persentase yaitu dengan menghitung peningkatan ketuntasan belajar siswa secara
individual jika siswa tersebut mampu mencapai niai 65 dan ketuntasan klasikal
jika siswa yang memperoleh nilai 65 ini jumahnya sekitar 85% dari jumlah
seluruh siswa dan masing-masing dihitung dengan menggunakan rumus : Analisis
tersebut dilakukan dengan menghitung
ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal dengan rumus sebagai berikut:
Ketuntasan individual = x 100
%
Ketuntasan
klasikal = x 100
%
Keterangan:
Ketuntasan indiviual : Jika siswa mencapai
ketuntasan > 65
Ketuntasan klasikal : Jika > 85% dari seluruh siswa mencapai
ketuntasan > 65
(2) Data hasil
pemahaman siswa terhadap soal-soal LKS yang diterjemahkan menggunakan katagori baik (76-100%), cukup (56-75%),
kurang baik (40-55%) dan tidak baik (kurang dari 40%) (Arikunto, 1998).
(3) Data kualitatif diperoleh dari
penggunaan lembar observasi aktivitas dan respon siswa serta guru selama proses
pembelajaran berlangsung dengan cara deskriptif.
7.9 Indikator Keberhasilan Penelitian
Indikator keberhasian dari penelitian ini adalah apabila
ada peningkatan hasi dari setiap siklus.
1.
Jika siswa mencapai ketuntasan individual > 65, dan jumlah siswa yang mencapai niai
tersebut sebanyak 85%.
2.
Jika hasil pemahaman siswa terhadap LKS yang
diperoleh tergolong baik (76-100).
7.10
Jadwal
Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Bulan ke-
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
||
1
|
Persiapan
|
X
|
X
|
X
|
|
|
|
2
|
Pelaksanaan Penelitian
|
|
|
|
X
|
|
|
3
|
Pengolahan Data
|
|
|
|
X
|
X
|
|
4
|
Pelaporan
|
|
|
|
|
|
X
|
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Mengenal Sumber
Belajar. http://pena-deni.blogspot.com/2007/04/mengenal-sumber-belajar.html.
Afriyani, Erma. 2005. Upaya
Mengoptimalkan Pemahaman Konsep Ekosistem Siswa Kelas VII SMP 1 Aluh-Aluh
Kabupaten Banjar Tahun Pelajaran 2004/2005 dengan Menggunakan Pendekatan
Lingkungan. Skripsi. Program Sarjana S-1 Biologi FKIP UNLAM, Banjarmasin.
(tidak dipublikasikan).
Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta.
Djamarah, Syaifu
Bahri & Zain Aswan. 1995. Strategi
Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Banjarmasin.
Mardiana, N.
2001. Hasil Belajar Konsep Ekosistem dengan
Pemanfaatan Taman Sekolah Siswa Kelas 1 pada SLTPN 4 Martapura. Malakah.
Program Sarjana S-1 Biologi FKIP UNLAM, Banjarmasin. (tidak dipublikasikan).
Mastur, Zaenuri.
2007. Model Pembelajaran Lingkungan http://www.suaramerdeka.com/harian/0402/16/kha1.htm.
Muid,
Fatimah.2007. Inspirasi Sains Pelajaran
IPA Terpadu untuk SMP Keas VII. Ganeca Exact, Jakarta.
Rohani. 1997. Media Instruksional
Edukatif. Rineka Cipta, Jakarta.
Sandhi S, Aris.
2007. Pemanfaatan Laboratorium Lingkungan
sebagai Media Pembelajaran IPA yang Bernilai Edukatif dan Ekonomis.http://iyoyee.wordpress.com/2007/11/08/artikel-non-penelitian-1.
Sudjino. 2007. IPA Biologi Eksplorasi Kelas VII untuk SMP
dan MTs. Intan Pariwara, Klaten.
Sukamto, S. 2001.
Inventarisasi Komponen Biotik dan Abiotik
di Lingkungan Sekolah sebagai Sumber Belajar Mengajar Biologi Kelas 1 SLTP
Marsudi Wiyata Banjarmasin. Malakah. Program Sarjana S-1 Biologi
FKIP UNLAM, Banjarmasin. (tidak dipublikasikan).
Susilo, Herawati. 2003. Kapita
Selekta Pembelajaran Biologi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.
Sumarwan, dkk. 2004. Sains Biologi untuk SMP Kelas VII Semseter
2. Erlangga, Jakarta.
Siniarsih, UU. 2007. Lingkungan
Sumber Belajar yang Terlupakan. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/18/99forumguru.htm.
Wardhani, Igak, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar