Hari ini kita bangsa Indonesia
memperingati hari kesaktian Pancasila. Pancasila yang dirumuskan sebagai dasar
dan filsafat bangsa Indonesia dalam perjalanannya belum benar-benar menjadi
panduan, pedoman dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila lebih pada bagian
ritual yang harus ada pada setiap upacara bendera, Pancasila baru sebatas
hiasan di dinding-dinding sekolah atau sekedar memperkenalkan Pancasila dalam
kurikulum sekolah, maka tidaklah heran jika banyak para pelajar, pemuda,
masyarakat bahkan pejabat yang lupa dengan sila-sila yang terdapat dalam
Pancasila. Sejatinya Pancasila sebagai dasar dan pedoman berbangsa dan
bernegara menyentuh pada tataran nilai-nilai yang harus dapat teraplikasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Membicarakan masalah pemuda dalam benak kita
akan terbayang tentang semangat, idealisme, perjuangan pantang menyerah, dan
akan ideal bila bicara pemuda juga bicara masalah pancasila. Berikut terdapat
artikel yang mungkin akan dapat mencerahkan pemahaman kita mengenai Pancasila
dan pemuda.
Mayoritas bangsa ini, secara
umum, telah mengalami degradasi nasionalisme. Tak hanya gerusan arus budaya
asing yang menjadi sebab, melainkan kesadaran kolektif yang membentuk aral
kesadaran bernegara kita, khususnya generasi muda. Mereka kini tak bangga lagi
menyanyikan “Indonesia Raya” sebagai pemersatu bangsa, atau “berjiwa Pancasila”
sebagai personifikasi dari kecintaan akan tanah air.
Ini mungkin persoalan sepele bagi sebagian
orang, mengingat terlalu banyaknya persoalan-persoalan besar yang menimpa
bangsa ini, seperti kasus Korupsi, NII, dan kasus-kasus lain. Padahal kalau
kita renungi dalam-dalam, apa sebenarnya yang membuat persoalan besar itu ada?.
Tentu semuanya bermula dari kasus atau persoalan kecil. Itulah bentuk pengakuan
pada realitas aktual pada diri kita sebagai sebuah bangsa, di kalangan anak
muda dan remaja khususnya.
Apa sih gunanya Pancasila itu? Sangat
mengkhawatirkan jika kita mendengar rasa pesimis yang ditunjukkan oleh sebagian
generasi muda sekarang. Apakah cukup dengan “enggak tahu!” untuk menjawab
pertanyaan itu. Mungkin begitu jawaban yang ada jika seseorang sudah pesimis
terhadap berbagai persoalan yang menimpa bangsa ini. Atau lebih parahnya lagi
jika kelak generasi muda akan menjawab, ”enggak peduli!”. Kadang sikap yang
muncul hanya karena dilatarbelakangi ”dendam” berlebihan kepada Orde Baru,
termasuk pada produknya, sehingga Pancasila masih dianggap sebagai jimat
ideologis yang memerangkap kita ke dalam kultur dan legitimasi kekuasaan.
Kenapa Generasi Muda?
Generasi muda sebagai sekumpulan individu yang
amat beragam tentu di dalamnya terdapat berbagai ide dan keinginan yang
berbeda-beda. Keragaman itu menciptakan dinamika tersendiri. Untuk bisa
mengikuti dinamika generasi muda tersebut dibutuhkan instrumen yang mampu
menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman sebagai bekal berinteraksi dengan
sesamanya.
Kemudian, bagaimana mengajak generasi muda
agar berjiwa Pancasila?. Nampaknya guru-guru pengajar/dosen Pancasila setiap
tahun selalu mengalami kesulitan mengajar. Sebab, apa lagi yang mau diajarkan
karena materinya dinilai itu-itu saja. Metode pendalaman Pancasila seperti itu
menyebabkan generasi muda tidak mendapat penjelajahan yang memadai mengenai isi
dan bentuk implementasi Pancasila.
Tidak perlu kita berangan-angan besar untuk
menggelar diskusi pemuda berskala nasional/internasional atau kegiatan sejenis
terus menerus. Tidak semuanya terukur dalam kuantitas semata, tetapi arti
sebuah kualitas walau sedikit tetapi tepat adalah yang menjadi harapan kita
semua. Kembali kepada keluarga dan lingkungan. Lingkungan di sini adalah
lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan. Disitulah letak keseharian
mereka menghabiskan waktunya.
Padahal kalau kita renungi dalam-dalam, apa
sebenarnya yang membuat persoalan besar itu ada?. Tentu semuanya bermula dari
kasus atau persoalan kecil. Dalam keluarga misalnya, apakah orang tua sudah
menjadi teladan yang baik untuk anak-anaknya. Mengajarkan sikap toleransi dan
menghargai sesama anggota keluarga, juga dengan tetangganya. Begitu juga dalam
lingkungan pendidikan, kadang kita habis-habisan menyalahkan siswa yang merokok
dan tidak berpakaian sopan. Tetapi kenyataannya sering juga siswa bilang “guru
saya saja juga merokok, bahkan berpakaian yang lebih kurang sopan daripada
saya”. Kemudian lingkungan masyarakat adalah yang paling berperan, karena
disinilah mereka bersosialisasi dan berperilaku dengan sesamanya. Apa yang
ditiru dan apa yang dikatakan semua berasal dari lingkungan ini. Bagaimana
jadinya jika tokoh masyarakat, tokoh agama tidak memberikan teladan yang baik.
Jawaban-jawaban di atas tampaknya terlalu
ekstrem bagi sebuah persoalan yang dianggap sangat fundamental dalam kehidupan
berbangsa kita sekarang ini. Namun, begitulah kenyataan alamiah atau ilmiah
yang terjadi. Dan merupakan pengakuan pada realitas aktual pada diri kita
sebagai sebuah bangsa, di kalangan anak muda dan remaja khususnya. Keteladanan
adalah kuncinya.
Berkaca dari persoalan besar
itulah maka tindakan untuk “penyelamatan” terhadap generasi muda mendesak untuk
dilakukan. Benih kasus-kasus kecil, seperti perkelahian pelajar, demo anarkis,
dan tindakan asusila yang banyak menimpa generasi muda sekarang adalah bukti
lemahnya kontrol terhadap generasi muda. Tidak ada kata terlambat untuk
melakukan perubahan dan “penyelamatan” generasi muda demi masa depan bangsa.
Oleh karena itu perlu dianggap penting untuk
terus mendorong generasi muda agar senantiasa bersikap sesuai dengan
nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia. Yakni berjiwa Pancasila. Sebab
nantinya generasi mudalah benteng hidup yang mampu memahami hal-hal yang
berkaitan dengan masa depan bangsanya. Seiring dengan peringatan hari lahirnya
Pancasila 1 Juni 2011, semoga rohnya mampu memberikan harapan terhadap lahirnya
ide-ide baru dari generasi muda guna penjangkaran atau pengakaran nilai-nilai
Pancasila lebih dalam di masyarakat
Bayangkan, jika kelak generasi muda kita punya
tekad kebangsaan yang kuat. Radikalisasi yang mengancam negara, mungkin hanya
sekedar dicibir dan lantas mereka bilang “tubuhku ini Indonesia, dan kalau mau
dibelah di dalamnya ada Pancasila”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar