Sabtu, 29 September 2012

Remaja SMA dan Tawuran




Dalam kurun waktu seminggu pemberitaan media massa menyuguhkan berkisar mengenai maraknya tawuran pelajar yang mengakibatkan jatuhnya korban meninggal dunia.  Banyak kalangan yang menilai membahas masalah tawuran harus secara komprehensif, harus secara menyeluruh, masalah tawuran bukan hanya tanggungjawab pendidikan formal melalui institusi sekolah, masalah tawuran adalah juga menjadi tanggungjawab pendidikan informal keluarga didalamnya dan juga pendidikan nonformal dimana lingkungan masyarakat berperan.

Memahami terjadinya tawuran mau tidak mau harus memahami karakteristik pelajar di usia remaja. Pelajar SMA masuk dalam usia remaja, usia remaja disebut juga sebagai masa transisi dimana terjadi perubahan pada diri remaja baik  secara fisik, psikis maupun sosial, dalam masa transisi tersebut remaja cenderung melakukan penyimpangan salah satunya tawuran. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di usai remaja terutama pada anak SMA semisal tawuran bukan hanya karena faktor masa transisi namun diperburuk dengan pola asuh dalam keluarga atau kondisi keluarga, faktor solidaritas pertemanan, lemahnya kurikulum sekolah, lemahnya peran guru dalam mendidik di sekolah dan lemahnya masyarakat dalam melakukan pendidikan sosial dan kontrol sosial.

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembang remaja. Keluarga yang penuh kehangatan, penuh cinta dan penuh keharmonisan, keluarga yang memahami benar akan urgensi mendidik anak di usia remaja dengan melakukan pola asuh berupa pengembangan komunikasi antara orang tua dan anak, penanaman nilai-nilai agama, memberi peran dan tanggung jawab, memberikan pujian atau penghargaan, mengembangkan kerja sama, menanamkan saling mengasihi dan hormat, pemberian contoh dan memelihara keakraban dalam keluarga akan menjadikan kepribadian remaja berkarakter kokoh, kuat dan mulia sehingga akan menurunkan kemungkinan remaja melakukan penyimpangan. Sebaliknya keluarga yang tidak harmonis, akan meningkatkan kemungkinan remaja melakukan penyimpangan semisal memakai narkoba, clubbing, dan tawuran.

Dalam mengatasi permasalahan tawuran bukan hanya keluarga namun juga peran sekolah sangat penting, sekolah sebagai institusi pendidikan harus fokus pada tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yaitu memastikannya berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, jika seluruh institusi pendidikan fokus pada pencapaian tujuan pendidikan maka dipastikan akan menurunkan angka tawuran antar pelajar. Sekolah yang bermutu tidak hanya sekolah yang telah memenuhi 8 standar nasional pendidikan, sekolah bermutu bukan hanya sekolah yang mampu menuntaskan kurikulum pendidikan dengan hasil yang memuaskan sekolah bermutu juga sekolah yang mampu menyiapkan peserta didik sebagai bagian dari pemberi solusi atas setiap permasalahan bangsa sekolah yang mampu melahirkan generasi-generasi unggul berkarakter kuat dan mulia dan itu semua lahir  dari kesadaran kolektif seluruh warga sekolah seperti kepala sekolah dalam merumuskan kebijakan, mengevaluasi kebijakan, guru konsisten mengajar sesuai  4 kompetensi dan menyisipkan nilai-nilai karakter dalam setiap pembelajaran, mengenali, mengembangkan dan mengarahkan minat dan bakat peserta didik serta memahami, mengamati dan mengarahkan kecenderungan berkelompok peserta didik.

Peran yang dapat menurunkan bahkan menghilangkan tawuran selain keluarga, dan sekolah adalah masyarakat. Masyarakat dapat melakukan fungsi controling dengan cara memberikan informasi jika ada indikasi para pelajar akan melakukan tawuran atau pelajar menitipkan benda-benda tajam disekitar lingkungan sekolah seperti diwarung dekat sekolah.

Akhirnya remaja yang masuk dalam masa transisi memerlukan 10 kebutuhan psikologis antara lain kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa cinta, kebutuhan penghargaan, kebutuhan pengetahuan, kebutuhan kesuksesan, kebutuhan afiliasi, kebutuhan motivasi, kebutuhan akan kebebasan dan kebutuhan akan kontrol. Jika 10 kebutuhan psikologis remaja tersebut terpenuhi baik dalam keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat maka akan tumbuh remaja-remaja ideal yang unggul, remaja-remaja yang siap meneruskan estafet perjalanan bangsa Indonesia.





Tidak ada komentar: